WhatsApp Image 2017-08-01 at 15.50.31              Desa Sirangkang sedang panen raya MT Asep 2017, alhamdulillah dengan sistem pola tanam yang serempak dan pengendalian hama terpadu panen bisa maksimal. Dengan hasil rata -rata 7,6 ton per hektar GKP, luas sawah irigasi teknis 120 ha, Petani dapat menikmati hasil yang cukup melimpah. Sebagai potensi unggulan desa kami penghasil gabah atau beras, guna menyokong Kab. Pemalang berswasembada beras.

Padi sebenarnya bukanlah hal baru bagi manusia, termasuk di Indonesia. Sudah sejak dahulu nenek moyang kita membudidayakannya. Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern.

Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar,100 juta di antaranya pun hidup dari beras.

Di Indonesia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan sosial yang tinggi. Demikian ketergantungnya penduduk Indonesia pada beras, maka sedikit saja terjadi gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat. Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca panen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri.

Tahapan  – tahapan yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen padi antara lain adalah sebagai berikut :

  1. Penumpukan dan Pengumpulan

Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36 %.
      2. Perontokan

Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung,tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.

  1. Pengeringan

Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.

  1. Penggilingan

Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu. Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk. Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa. Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.

  1. Penyimpanan Beras

Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat
Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan.

  1. Pemasaran

Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen,mengeringkan,lalu menjual kepedagang pengumpul,baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan kepasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.

Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagang pun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut. Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label. Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu. Demikian cara pasca panen yang sering dilakukan petani desa Sirangkang sehingga membuahkan hasil yang maksimal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *